Selasa, 08 Maret 2016

METODE ROLE PLAYING



METODE ROLE PLAYING
 


Pengertian Metode Role Playing

Role-play adalah suatu aktifitas pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Role-play berdasarkan pada tiga aspek utama dari pengalaman peran dalam kehidupan sehari-hari:
1) Mengambil peran (Role-taking), yaitu tekanan ekspektasiekspektasi sosial terhadap pemegang peran, contoh: berdasar pada hubungan keluarga (apa yang harus dikerjakan anak perempuan), atau berdasar juga tugas jabatan(bagaimana seorang agen polisi harus bertindak)dalam situasi-situasi sosial.
2) Membuat peran (Role-making), yaitu kemampuan pemegang peran untuk berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan
3) Tawar-menawar peran (Role-negotiation), yaitu: tingkat dimana peran-peran dinegosiasikan dengan pemegang-pemegang peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial.

Dalam Role-play, peserta melakukan tawar-menawar antara ekspektuasi-ekspektasi sosial suatu peran tertentu, interpretasi dinamika mereka tentang peran tersebut, dan tingkat dimana orang lain menerima pandangan mereka tentang peran tersebut. Sebagaimana peserta didik yang memiliki pengalaman peran dalam kehidupan biasanya dapat melakukan Role-play.

Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas pertemuan yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam pertunjukan dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran. Bermain peran memiliki beragam keuntungan yaitu tidak membutuhkan banyak biaya dan membuat seorang anak belajar untuk mempraktikkan sebuah perilaku atau keahlian.


Menurut Melvin L. Silberman seni pemeranan metode belajar pengalaman (eksperimensial) yang sangat bermanfaat. Metode ini biasa digunakan untuk menggairahkan diskusi, menyemarakkan suasana, mempraktekkan keterampilan, atau untuk merasakan atau mengalami seperti apa rasanya suatu kejadian. Namun untuk bisa berhasil dalam melakukan pemeranan, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu cara menyusunnya (penulisan naskah) dan mengarahkannya (penataan).

Untuk mendapatkan pemahaman yang cukup memadai mengenai dirinya dan orang lain, setiap orang haruslah sadar dan menyadari peran serta bagaimana cara memainkannya. Untuk memainkan ini, masing-masing orang harus bisa memposisikan diri sebagai orang lain, dan mencoba merasakan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Jika seseorang bisa berempati, maka ia bias menafsiri kejadian dan interaksi sosial secara proporsional dan akurat.

Role playing adalah sarana yang sedikit untuk memaksa seseorang untuk memainkan peran orang lain.

Tujuan Metode Role Playing

Adapun tujuan role playing adalah sebagai berikut:
1) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain
2) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab
3) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi  kelompok secara spontan
4) Merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah.
5) Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian daya ingat siswa harus tajam dan tahan lama.
6) Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain drama para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia
7) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga memungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni dari sekolah
8) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya
9) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya
10) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain.

Role-play juga dapat membuktikan diri sebagai suatu metode pendidikan yang ampuh, dimana saja terdapat peran-peran yang dapat didefinisikan dengan jelas, yang memiliki interaksi yang mungkin dieksplorasi dalam keadaan yang bersifat simulasi (skenario). Hasil dari interaksi pembuat peran dengan skenario, individu-individu, atau teman lain dalam kelas, atau kedua-duanya belajar sesuatu tentang seseorang, problem dan/atau situasi yang spesifik dari bidang studi tersebut .

Pengajar melibatkan peserta didik dalam Role-play karena satu atau lebih alasan dibawah ini.
1) Mendemonstrasikan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang diperoleh
2) Mendemonstrasikan integrasi pengetahuan praktis
3) Membandingkan dan menkontraskan posisi-posisi yang diambil dalam pokok permasalahan
4) Menerapkan pengetahuan pada pemecahan masalah
5) Menjadikan problem yang abstrak menjadi konkrit
6) Membuat spekulasi terhadap ketidakpastian yang meliputi pengetahuan
7) Melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang langsung dan eksperiensial
8) Mendorong peserta didik memanipulasi pengetahuan dalam saran yang dinamik
9) Mendorong pembelajaran seumur hidup
10) Mempelajari bidang tertentu dari kurikulum secara selektif.
11) Memfasilitasi ekspresi sikap dan perasaan peserta didik dengan sah
12) Mengembangkan pemahaman yang empatik
13) Memberikan feedback yang segera bagi pengajar dan peserta didik.

Langkah-Langkah Metode Role Playing
Langkah-langkah bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran Sebagian besar role-play cenderung dibagi pada tiga fase yang berbeda:

1) Perencanaan persiapan

Perencanaan yang hati-hati adalah kunci untuk sukses dalam role-play. Berikut ini adalah daftar beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh guru/dosen masuk kelas dan melalui roleplay:
a) Mengenal Peserta Didik
Semakin guru mengenal peserta didik, akan semakin besar kemungkinan untuk memperkenalkan role-play dengan relevan dan berhasil. Perlu dipertimbangkan:
a) Jumlah peserta didik, Pastikan tersedia ruang yang cukup sebelum role-play dimulai, dan ceklah bahwa ada peran yang tersedia atau tugas-tugas observasi bagi semua peserta didik
b) Apa yang diketahui peserta didik tentang materi, peserta didik membutuhkan informasi yang cukup berbagai peran dan skenario yang akan menjadi dasar diskusi, pemeranan dan refleksi mereka.
c) Pengalaman terdahulu tentang role-play. Peserta didik yang lebih berpengalaman mungkin dapat menghandel peran-peran yang lebih kompleks, sementara mereka yang pengalamannya kurang, membutuhkan bimbingan yang lebih bertahap kedalam aktivitas. Peserta didik yang memiliki pengalaman negatif membutuhkan kepastian dan dukungan dari yang lebih besar.
d) Kelompok umur. Peran yang berbeda mungkin menuntut tingkat pengalaman hidup yang berbeda pula. role-play menuntut pentingnya hubungan dengan pengalaman hidup peserta didik
e) Latar belakang peserta. Terdapat kebutuhan untuk mengetahui pengalaman masa lalu dan pengalaman role-play peserta didik yang dapat mempengaruhi persepsi tentang peran-peran tertentu
f) Minat dan kemampuan. Adalah yang sangat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana minat dan kemampuan peserta didik bersesuaian dengan materi yang akan dieksplorasi melalui role-play, peserta didik yang akan membawa sekumpulan pengalaman, sikap, kepercayaan dan agenda yang mereka miliki kedalam sesi role-play
g) Kemampuan peserta didik untuk berkolaborasi: adalah sangat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana peserta didik dapat bekerjasama dalam berpasangan, kelompok atau dalam keseluruhan kelas. Kerjasama yang bagaimana yang memungkinkan bagi mereka.

2) Menentukan Tujuan Pembelajaran

Apa yang diinginkan guru/dosen dari pembelajaran peserta didik? Adalah penting untuk mendefinisikan tujuan pembelajaran sesempurna mungkin sebelumnya. Mungkin sewaktu-waktu ada tujuan yang tentatif, atau tujuan yang berbeda dengan tujuan yang telah dicanangkan, akan tetapi tujuan yang ditulis masih tetap diperlukan agar memiliki fokus kerja yang jelas. Disamping itu tujuan-tujuan tersebut harus eksplisit bagi peserta didik sejak awal.

3) Pendekatan Role-Play

Sebagai suatu strategi pembelajaran, role-play mempunyai beberapa pendekatan. Ketika seorang guru/dosen berkeinginan untuk menggunakan salah satu pendekatan yang ada, hendaknya pilihan pendekatan serta opsi yang tersedia didasarkan pada persepsi peserta didik (pengalaman dan ekspektasi mereka), tujuan pendidikan, serta jumlah waktu yang tersedia. Berikut ini adalah tiga pendekatan yang umum terdapat dalam role-play:

a) Role-play sederhana (simple role-play): role-play tipe ini membutuhkan sedikit persiapan dan sering cocok untuk satu sesi umum yang berisi metode mengajar lainnya. Daripada memperbincangkan suatu isu, peserta didik sering langsung secara cepat diorganisir secara berpasangan oleh guru. Dalam pasangan ini, peserta didik diberi peran-peran yang khusus, dan seperangkat skenario. Kemudian mereka diminta untuk memerankan secara spontan problem atau dilemma kemanusiaan yang telah ditentukan. Suatu ciri pokok dari pendekatan ini bahwa semua pasangan peserta didik akan mengerjakan tugasnya dalam waktu yang sama

b) Role-play (sebagai) latihan (role-play exercises): role-play tipe ini merupakan role-play berbasis ketrampilan dan menuntut suatu persiapan. Peserta akan membutuhkan sejumlah informasi atau latar belakang faktual sebelum memasuki role-play. Tipe ini biasanya melibatkan pendekatan “bagaimana caranya” (how to).

c) Role-play yang diperpanjang (extended role-play): di sini peserta membutuhkan baik briefing tentang problem atau skenario serta briefing tentang peran mereka sendiri. Peserta didik mungkin mengandaikan para komunitas dan/atau peran profesional.

4) Mengidentifikasi Skenario

Skenario memberi informasi tentang apa yang harus diketahui peserta didik sebagai pemegang peran serta informasi tentang sudut mana yang harus mereka masuki dalam gambaran tersebut. Pilihan skenario akan tergantung pada minat, fokus materi, serta pengalaman guru/ dosen dan peserta didik. Kontruksi scenario harus mendapatkan perhatian yang seksama untuk menghindari
orang atau peristiwa yang stereotip (meniru).

5) Menetapkan Peran
Pilihan peran akan tergantung pada problem yang akan disoroti. Jadi kita dapat bertanya peran mana yang paling memungkinkan untuk dapat mengungkapkan ketrampilan, sikap, atau dilema yang eksplorasi. membuat daftar peran yang mungkin sangat berguna dalam mengidentifikasi interaksi yang memungkinkan, jalur komunikasi yang pokok, serta perspektif untuk melihat isu.

6) Interaksi

Berikut ini adalah langkah-langkah mengimplementasikan rencana ke dalam aksi.
a) Membangun Aturan Dasar
Adalah sangat penting untuk mengetahui harapanharapan guru/ terhadap peserta didik dan sebaliknya, serta apa yang secara rasional dapat diharapkan dari mereka satu sama lain. Sesi role-play yang bagaimana yang diinginkan dosen/guru tersebut? Langkah-langkah apa yang ada pada proses role-play? Dan seterusnya. Aturan. Aturan dasar untuk melaksanakan roleplay harus dirundingkan oleh semua pihak sejak awal, dan akan lebih bagus lagi jika dicatat untuk jadi rujukan nanti.

b) Mengeksplisitkan Tujuan Pembelajaran.
Dosen perlu mengemukakan tujuan pembelajaran dari role-play tersebut pada peserta didik dan menjelaskan pentingnya menggunakan role-play untuk mengeksplorasikan isu tersebut.
Hal ini penting untuk memfokuskan peserta didik lebih pada konten ketimbang strategi serta memudahkan mereka mengevaluasi tingkat keberhasilan yang dicapai.

c) Membuat Langkah-Langkah Yang Jelas
Peserta didik yang tidak punya pengalaman dengan roleplay akan merasa ragu dan takut dengan strategi ini. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan menjelaskan tujuan yang menyokong penggunaannya dalam konteks pembelajaran ini serta menjelaskan garis besar langkah-langkahnya.

d) Mengurangi Ketakutan Tampil di depan Publik
Role-play tidak dirancang dengan menjadi suatu pertunjukan publik. Meskipun demikian peserta didik pemula sulit untuk menghilangkan dari kesan tersebut. Karen itu penting bagi guru/dosen. Untuk menghilangkan kecemasan peserta didik tentang hubungan antara role-play dan pertunjukan. Peserta didik perlu tahu bahwa tidak akan ada ekspresi publik sejak dari permulaan. Banyak guru/dosen yang melakukan hal ini dengan langsung meminta mereka menampilkan suatu kegiatan secara bersama-sama kemudian menanyakan sesuatu di depan temannya. Walaupun sebenarnya pada akhirnya nanti mereka harus tampil di depan yang lain tapi paling tidak, hal tersebut sudah diberi pra-kondisi dulu sebelumnya. Pendekatan apapun yang digunakan guru/dosen, yang pasti bahwa peserta didik perlu didorong untuk bertanya dan klarifikasi pemahaman mereka sebelum role-play dimulai.

e) Menggunakan Skenario atau Situasi
Skenario atau bisa diciptakan oleh guru/dosen dan/atau peserta didik. Skenario yang paling berhasil adalah yang menarik peserta dan juga mengandung segi-segi ketidakpastian, sehingga tidak semua jawaban dapat diketahui sebelumnya. Skenario dibuat untuk dirinya sendiri yaitu sesuatu yang hanya dapat diperoleh dengan cara berpartisipasi di dalamnya, atau mengamati role-play terlebih dahulu. Skenario bisa berbentuk tertulis atau verbal atau lisan.

f) Mengalokasikan Peran
Peran-peran dapat dialokasikan dalam berbagai cara yang kebanyakan tergantung pada sejauh mana guru/dosen mengenal peserta didiknya dengan baik, maka pengalokasian biasanya dilakukan dengan baik, maka pengalokasian biasanya dilakukan dengan misalnya, pemegang peran kunci diberikan pada peserta didik yang paling berpengalaman, atau memegang peran disesuaikan dengan sedekat mungkin dengan pengalaman hidupnya dan lain-lain. Sementara jika guru/dosen tidak terlalu mengenal peserta didiknya dengan baik, maka biasanya peran dibagi secara acak, atau diminta seseorang yang mau menjadi sukarelawan dan seterusnya.

g) Memberi Informasi yang Cukup
Adalah penting untuk memberi informasi yang cukup pada pemain supaya mereka dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan sukses. Menurut Jones dan Palmer (1987) terdapat empat tipe informasi yang harus diberikan oleh guru/dosen:

a) Informasi yang dibutuhkan buat semua peserta
b) Tambahan informasi bagi orang atau kelompok tertentu saja
c) Informasi yang diberikan ketika role-play berlangsung (contoh: intervensi oleh guru/dosen)
d) Informasi tentang macam hubungan diantara orang-orang yang terlibat (sosial, familial, kultural, dll).
h) Menjelaskan Peran Pengajar dalam Role-Play
Guru yang mengandaikan dirinya terlibat sebagai partisipan dalam role-play perlu menjelaskan dulu kepada peserta didik tentang keterlibatannya serta menjelaskan fungsinya dalam keseluruhan proses. Disamping itu perlu dijelaskan pula bagaimana ia akan memberi sinyal kapan ia mulai berak ting dan kapan keluar dari aktingnya. Demikian pula jika ia ingin jadi observe saja, maka ia bisa melakukan hal-hal yang bisa dilakukan sebagai observer, seperti; menyoroti aspekaspek penting yang terjadi dalam role-play dsb.

i) Memulai Role-Play secara Bertahap
Melalui role-play dengan pelan-pelan misalnya melalui diskusi akan membantu melalui diskusi akan membantu peserta didik memasuki role-play dengan cara:
a) Melibatkan peserta didik dalam “ice breaker” (Jones, 1991) atau game (Brandes, 1977)
b) Peserta didik bekerja tanpa peran, baik melibatkan seluruh kelas, kelompok kecil atau berpasangan untuk mendiskusikan suatu atau tertentu.
c) Separuh peserta didik memegang peran tertentu dan separuh lagi memerankan dirinya sendiri. Contoh interview oleh media massa
d) Semua peserta didik mengandaikan peran sejak dari permulaan.

j) Menghentikan role-play dan Memulai Kembali jika Perlu
Sering diperlukan untuk menghentikan role-play pada suatu titik tertentu. Hal ini memerlukan tanda atau sinyal yang disepakati. Misalnya: guru/dosen mengangkat t angan atau bergerak ke tempat tertentu yang telah disepakati sebelumnya.

Guru/dosen mungkin ingin menghentikan aktivitas role-play untuk:
a) Berhubungan dengan problem yang mempengaruhi semua orang
b) Mengambil suatu tindakan tertentu
c) Melakukan pertukaran peran
d) Dan lain-lain
e) Bertindak sebagai Pengatur Waktu

Ketika role-play telah berjalan, maka guru/dosen perlu bertindak sebagai pengatur waktu. Sebelum role-play dimulai kemukakan pada peserta didik bahwa waktu yang disediakan adalah sekian menit, dan seterusnya. Dan ketika waktu sudah berakhir, berilah kode sesuai yang telah disepakati sebelumnya.

7) Refleksi dan evaluasi
Tahap yang terakhir ini dalam proses role-play sering dinamakan “debriefing” mengikuti istilah yang biasa digunakan dalam militer (Van Ments, 1994). Aspek yang fundamental dari tahap ini bagi guru/dosen dan peserta didik adalah melakukan refleksi dan evaluasi. Guru/dosen biasanya memberi kesempatan untuk refleksi diantara interaksi atau di akhir dari interaksi. Tahap refleksi ini lebih dari sekedar pertanyaan-pertanyaan teknis seperti:
“apakah peran peserta didik dapat menjalankan perannya dengan realistis?” sebaliknya, hal ini lebih berkenaan identifikasi, klarifikasi, dan analisis terhadap isu-isu pokok (Colquhoun & Errington, 1990) Refleksi atau evaluasi yang dalam seperti itu dilakukan setelah interaksi selesai. Hal ini dapat dilihat dalam enam langkah sederhana:
a) Membawa peserta didik keluar dari peran yang dimainkannya
b) Meminta peserta didik secara individual mengekspresikan pengalaman belajarnya.
c) Mengkonsolidasikan ide-ide
d) Memfasilitasi suatu analisis kelompok
e) Memberi kesempatan untuk melakukan evaluasi.
f) Menyusun agenda untuk masa depan














1 komentar: