METODE
ROLE PLAYING
Pengertian
Metode Role Playing
Role-play
adalah
suatu aktifitas pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Role-play berdasarkan pada tiga
aspek utama dari pengalaman peran dalam kehidupan sehari-hari:
1)
Mengambil peran (Role-taking), yaitu tekanan ekspektasiekspektasi sosial
terhadap pemegang peran, contoh: berdasar pada hubungan keluarga (apa yang
harus dikerjakan anak perempuan), atau berdasar juga tugas jabatan(bagaimana
seorang agen polisi harus bertindak)dalam situasi-situasi sosial.
2)
Membuat peran (Role-making), yaitu kemampuan pemegang peran untuk
berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain dan menciptakan
serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan
3)
Tawar-menawar peran (Role-negotiation), yaitu: tingkat dimana peran-peran
dinegosiasikan dengan pemegang-pemegang peran yang lain dalam parameter dan
hambatan interaksi sosial.
Dalam
Role-play, peserta melakukan tawar-menawar antara ekspektuasi-ekspektasi
sosial suatu peran tertentu, interpretasi dinamika mereka tentang peran
tersebut, dan tingkat dimana orang lain menerima pandangan mereka tentang peran
tersebut. Sebagaimana peserta didik yang memiliki pengalaman peran dalam
kehidupan biasanya dapat melakukan Role-play.
Bermain
peran pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan peran-peran yang ada
dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas pertemuan
yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan
penilaian. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam
pertunjukan dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
Bermain peran memiliki beragam keuntungan yaitu tidak membutuhkan banyak biaya
dan membuat seorang anak belajar untuk mempraktikkan sebuah perilaku atau
keahlian.
Menurut
Melvin L. Silberman seni pemeranan metode belajar pengalaman (eksperimensial)
yang sangat bermanfaat. Metode ini biasa digunakan untuk menggairahkan diskusi,
menyemarakkan suasana, mempraktekkan keterampilan, atau untuk merasakan atau
mengalami seperti apa rasanya suatu kejadian. Namun untuk bisa berhasil dalam melakukan
pemeranan, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu cara menyusunnya
(penulisan naskah) dan mengarahkannya (penataan).
Untuk
mendapatkan pemahaman yang cukup memadai mengenai dirinya dan orang lain,
setiap orang haruslah sadar dan menyadari peran serta bagaimana cara
memainkannya. Untuk memainkan ini, masing-masing orang harus bisa memposisikan
diri sebagai orang lain, dan mencoba merasakan apa yang dipikirkan dan dirasakan
orang lain. Jika seseorang bisa berempati, maka ia bias menafsiri kejadian dan
interaksi sosial secara proporsional dan akurat.
Role
playing adalah
sarana yang sedikit untuk memaksa seseorang untuk memainkan peran orang lain.
Tujuan
Metode Role Playing
Adapun
tujuan role playing adalah sebagai berikut:
1)
Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain
2)
Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab
3)
Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan
4)
Merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah.
5)
Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan
didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara
keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian
daya ingat siswa harus tajam dan tahan lama.
6)
Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain drama
para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang
tersedia
7)
Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga memungkinkan akan muncul
atau tumbuh bibit seni dari sekolah
8)
Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya
9)
Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan
sesamanya
10)
Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami
orang lain.
Role-play
juga
dapat membuktikan diri sebagai suatu metode pendidikan yang ampuh, dimana saja
terdapat peran-peran yang dapat didefinisikan dengan jelas, yang memiliki
interaksi yang mungkin dieksplorasi dalam keadaan yang bersifat simulasi
(skenario). Hasil dari interaksi pembuat peran dengan skenario,
individu-individu, atau teman lain dalam kelas, atau kedua-duanya belajar
sesuatu tentang seseorang, problem dan/atau situasi yang spesifik dari bidang
studi tersebut .
Pengajar
melibatkan peserta didik dalam Role-play karena satu atau lebih alasan
dibawah ini.
1)
Mendemonstrasikan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang diperoleh
2) Mendemonstrasikan
integrasi pengetahuan praktis
3)
Membandingkan dan menkontraskan posisi-posisi yang diambil dalam pokok
permasalahan
4)
Menerapkan pengetahuan pada pemecahan masalah
5)
Menjadikan problem yang abstrak menjadi konkrit
6)
Membuat spekulasi terhadap ketidakpastian yang meliputi pengetahuan
7)
Melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang langsung dan eksperiensial
8)
Mendorong peserta didik memanipulasi pengetahuan dalam saran yang dinamik
9)
Mendorong pembelajaran seumur hidup
10) Mempelajari
bidang tertentu dari kurikulum secara selektif.
11) Memfasilitasi
ekspresi sikap dan perasaan peserta didik dengan sah
12) Mengembangkan
pemahaman yang empatik
13) Memberikan
feedback yang segera bagi pengajar dan peserta didik.
Langkah-Langkah
Metode Role Playing
Langkah-langkah
bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran Sebagian besar role-play
cenderung dibagi pada tiga fase yang berbeda:
1)
Perencanaan persiapan
Perencanaan
yang hati-hati adalah kunci untuk sukses dalam role-play. Berikut ini
adalah daftar beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh guru/dosen masuk
kelas dan melalui roleplay:
a)
Mengenal Peserta Didik
Semakin
guru mengenal peserta didik, akan semakin besar kemungkinan untuk
memperkenalkan role-play dengan relevan dan berhasil. Perlu
dipertimbangkan:
a)
Jumlah peserta didik, Pastikan tersedia ruang yang cukup sebelum role-play dimulai,
dan ceklah bahwa ada peran yang tersedia atau tugas-tugas observasi bagi semua
peserta didik
b) Apa
yang diketahui peserta didik tentang materi, peserta didik membutuhkan
informasi yang cukup berbagai peran dan skenario yang akan menjadi dasar
diskusi, pemeranan dan refleksi mereka.
c)
Pengalaman terdahulu tentang role-play. Peserta didik yang lebih berpengalaman
mungkin dapat menghandel peran-peran yang lebih kompleks, sementara mereka yang
pengalamannya kurang, membutuhkan bimbingan yang lebih bertahap kedalam
aktivitas. Peserta didik yang memiliki pengalaman negatif membutuhkan kepastian
dan dukungan dari yang lebih besar.
d)
Kelompok umur. Peran yang berbeda mungkin menuntut tingkat pengalaman hidup
yang berbeda pula. role-play menuntut pentingnya hubungan dengan
pengalaman hidup peserta didik
e)
Latar belakang peserta. Terdapat kebutuhan untuk mengetahui pengalaman masa
lalu dan pengalaman role-play peserta didik yang dapat mempengaruhi
persepsi tentang peran-peran tertentu
f)
Minat dan kemampuan. Adalah yang sangat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana
minat dan kemampuan peserta didik bersesuaian dengan materi yang akan
dieksplorasi melalui role-play, peserta didik yang akan membawa
sekumpulan pengalaman, sikap, kepercayaan dan agenda yang mereka miliki kedalam
sesi role-play
g)
Kemampuan peserta didik untuk berkolaborasi: adalah sangat bermanfaat untuk
mengetahui sejauh mana peserta didik dapat bekerjasama dalam berpasangan,
kelompok atau dalam keseluruhan kelas. Kerjasama yang bagaimana yang memungkinkan
bagi mereka.
2)
Menentukan Tujuan Pembelajaran
Apa
yang diinginkan guru/dosen dari pembelajaran peserta didik? Adalah penting
untuk mendefinisikan tujuan pembelajaran sesempurna mungkin sebelumnya. Mungkin
sewaktu-waktu ada tujuan yang tentatif, atau tujuan yang berbeda dengan tujuan
yang telah dicanangkan, akan tetapi tujuan yang ditulis masih tetap diperlukan
agar memiliki fokus kerja yang jelas. Disamping itu tujuan-tujuan tersebut
harus eksplisit bagi peserta didik sejak awal.
3)
Pendekatan Role-Play
Sebagai
suatu strategi pembelajaran, role-play mempunyai beberapa pendekatan.
Ketika seorang guru/dosen berkeinginan untuk menggunakan salah satu pendekatan
yang ada, hendaknya pilihan pendekatan serta opsi yang tersedia didasarkan pada
persepsi peserta didik (pengalaman dan ekspektasi mereka), tujuan pendidikan,
serta jumlah waktu yang tersedia. Berikut ini adalah tiga pendekatan yang umum
terdapat dalam role-play:
a) Role-play
sederhana (simple role-play): role-play tipe ini membutuhkan sedikit
persiapan dan sering cocok untuk satu sesi umum yang berisi metode mengajar
lainnya. Daripada memperbincangkan suatu isu, peserta didik sering langsung secara
cepat diorganisir secara berpasangan oleh guru. Dalam pasangan ini, peserta
didik diberi peran-peran yang khusus, dan seperangkat skenario. Kemudian mereka
diminta untuk memerankan secara spontan problem atau dilemma kemanusiaan yang
telah ditentukan. Suatu ciri pokok dari pendekatan ini bahwa semua pasangan
peserta didik akan mengerjakan tugasnya dalam waktu yang sama
b) Role-play
(sebagai) latihan (role-play exercises): role-play tipe ini
merupakan role-play berbasis ketrampilan dan menuntut suatu persiapan.
Peserta akan membutuhkan sejumlah informasi atau latar belakang faktual sebelum
memasuki role-play. Tipe ini biasanya melibatkan pendekatan “bagaimana
caranya” (how to).
c) Role-play
yang diperpanjang (extended role-play): di sini peserta membutuhkan
baik briefing tentang problem atau skenario serta briefing tentang peran
mereka sendiri. Peserta didik mungkin mengandaikan para komunitas dan/atau peran
profesional.
4)
Mengidentifikasi Skenario
Skenario
memberi informasi tentang apa yang harus diketahui peserta didik sebagai
pemegang peran serta informasi tentang sudut mana yang harus mereka masuki
dalam gambaran tersebut. Pilihan skenario akan tergantung pada minat, fokus
materi, serta pengalaman guru/ dosen dan peserta didik. Kontruksi scenario harus
mendapatkan perhatian yang seksama untuk menghindari
orang
atau peristiwa yang stereotip (meniru).
5)
Menetapkan Peran
Pilihan
peran akan tergantung pada problem yang akan disoroti. Jadi kita dapat bertanya
peran mana yang paling memungkinkan untuk dapat mengungkapkan ketrampilan,
sikap, atau dilema yang eksplorasi. membuat daftar peran yang mungkin sangat
berguna dalam mengidentifikasi interaksi yang memungkinkan, jalur komunikasi
yang pokok, serta perspektif untuk melihat isu.
6)
Interaksi
Berikut
ini adalah langkah-langkah mengimplementasikan rencana ke dalam aksi.
a)
Membangun Aturan Dasar
Adalah
sangat penting untuk mengetahui harapanharapan guru/ terhadap peserta didik dan
sebaliknya, serta apa yang secara rasional dapat diharapkan dari mereka satu
sama lain. Sesi role-play yang bagaimana yang diinginkan dosen/guru tersebut?
Langkah-langkah apa yang ada pada proses role-play? Dan seterusnya. Aturan.
Aturan dasar untuk melaksanakan roleplay harus dirundingkan oleh semua
pihak sejak awal, dan akan lebih bagus lagi jika dicatat untuk jadi rujukan
nanti.
b)
Mengeksplisitkan Tujuan Pembelajaran.
Dosen
perlu mengemukakan tujuan pembelajaran dari role-play tersebut pada
peserta didik dan menjelaskan pentingnya menggunakan role-play untuk
mengeksplorasikan isu tersebut.
Hal
ini penting untuk memfokuskan peserta didik lebih pada konten ketimbang
strategi serta memudahkan mereka mengevaluasi tingkat keberhasilan yang
dicapai.
c)
Membuat Langkah-Langkah Yang Jelas
Peserta
didik yang tidak punya pengalaman dengan roleplay akan merasa ragu dan
takut dengan strategi ini. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan
menjelaskan tujuan yang menyokong penggunaannya dalam konteks pembelajaran ini serta
menjelaskan garis besar langkah-langkahnya.
d)
Mengurangi Ketakutan Tampil di depan Publik
Role-play
tidak
dirancang dengan menjadi suatu pertunjukan publik. Meskipun demikian peserta
didik pemula sulit untuk menghilangkan dari kesan tersebut. Karen itu penting bagi
guru/dosen. Untuk menghilangkan kecemasan peserta didik tentang hubungan antara
role-play dan pertunjukan. Peserta didik perlu tahu bahwa tidak akan ada
ekspresi publik sejak dari permulaan. Banyak guru/dosen yang melakukan hal ini
dengan langsung meminta mereka menampilkan suatu kegiatan secara bersama-sama
kemudian menanyakan sesuatu di depan temannya. Walaupun sebenarnya pada akhirnya
nanti mereka harus tampil di depan yang lain tapi paling tidak, hal tersebut sudah
diberi pra-kondisi dulu sebelumnya. Pendekatan apapun yang digunakan
guru/dosen, yang pasti bahwa peserta didik perlu didorong untuk bertanya dan
klarifikasi pemahaman mereka sebelum role-play dimulai.
e)
Menggunakan Skenario atau Situasi
Skenario
atau bisa diciptakan oleh guru/dosen dan/atau peserta didik. Skenario yang
paling berhasil adalah yang menarik peserta dan juga mengandung segi-segi
ketidakpastian, sehingga tidak semua jawaban dapat diketahui sebelumnya.
Skenario dibuat untuk dirinya sendiri yaitu sesuatu yang hanya dapat diperoleh
dengan cara berpartisipasi di dalamnya, atau mengamati role-play terlebih
dahulu. Skenario bisa berbentuk tertulis atau verbal atau lisan.
f)
Mengalokasikan Peran
Peran-peran
dapat dialokasikan dalam berbagai cara yang kebanyakan tergantung pada sejauh
mana guru/dosen mengenal peserta didiknya dengan baik, maka pengalokasian
biasanya dilakukan dengan baik, maka pengalokasian biasanya dilakukan dengan
misalnya, pemegang peran kunci diberikan pada peserta didik yang paling
berpengalaman, atau memegang peran disesuaikan dengan sedekat mungkin dengan
pengalaman hidupnya dan lain-lain. Sementara jika guru/dosen tidak terlalu mengenal
peserta didiknya dengan baik, maka biasanya peran dibagi secara acak, atau
diminta seseorang yang mau menjadi sukarelawan dan seterusnya.
g)
Memberi Informasi yang Cukup
Adalah
penting untuk memberi informasi yang cukup pada pemain supaya mereka dapat
menjalankan tugasnya dengan efektif dan sukses. Menurut Jones dan Palmer (1987)
terdapat empat tipe informasi yang harus diberikan oleh guru/dosen:
a)
Informasi yang dibutuhkan buat semua peserta
b)
Tambahan informasi bagi orang atau kelompok tertentu saja
c)
Informasi yang diberikan ketika role-play berlangsung (contoh:
intervensi oleh guru/dosen)
d)
Informasi tentang macam hubungan diantara orang-orang yang terlibat (sosial,
familial, kultural, dll).
h)
Menjelaskan Peran Pengajar dalam Role-Play
Guru
yang mengandaikan dirinya terlibat sebagai partisipan dalam role-play perlu
menjelaskan dulu kepada peserta didik tentang keterlibatannya serta menjelaskan
fungsinya dalam keseluruhan proses. Disamping itu perlu dijelaskan pula
bagaimana ia akan memberi sinyal kapan ia mulai berak ting dan kapan keluar
dari aktingnya. Demikian pula jika ia ingin jadi observe saja, maka ia bisa
melakukan hal-hal yang bisa dilakukan sebagai observer, seperti; menyoroti
aspekaspek penting yang terjadi dalam role-play dsb.
i)
Memulai Role-Play secara Bertahap
Melalui
role-play dengan pelan-pelan misalnya melalui diskusi akan membantu
melalui diskusi akan membantu peserta didik memasuki role-play dengan
cara:
a)
Melibatkan peserta didik dalam “ice breaker” (Jones, 1991) atau game
(Brandes, 1977)
b)
Peserta didik bekerja tanpa peran, baik melibatkan seluruh kelas, kelompok
kecil atau berpasangan untuk mendiskusikan suatu atau tertentu.
c)
Separuh peserta didik memegang peran tertentu dan separuh lagi memerankan
dirinya sendiri. Contoh interview oleh media massa
d)
Semua peserta didik mengandaikan peran sejak dari permulaan.
j)
Menghentikan role-play dan Memulai Kembali jika Perlu
Sering
diperlukan untuk menghentikan role-play pada suatu titik tertentu. Hal
ini memerlukan tanda atau sinyal yang disepakati. Misalnya: guru/dosen
mengangkat t angan atau bergerak ke tempat tertentu yang telah disepakati
sebelumnya.
Guru/dosen
mungkin ingin menghentikan aktivitas role-play untuk:
a)
Berhubungan dengan problem yang mempengaruhi semua orang
b)
Mengambil suatu tindakan tertentu
c)
Melakukan pertukaran peran
d)
Dan lain-lain
e)
Bertindak sebagai Pengatur Waktu
Ketika
role-play telah berjalan, maka guru/dosen perlu bertindak sebagai
pengatur waktu. Sebelum role-play dimulai kemukakan pada peserta didik
bahwa waktu yang disediakan adalah sekian menit, dan seterusnya. Dan ketika
waktu sudah berakhir, berilah kode sesuai yang telah disepakati sebelumnya.
7)
Refleksi dan evaluasi
Tahap
yang terakhir ini dalam proses role-play sering dinamakan “debriefing”
mengikuti istilah yang biasa digunakan dalam militer (Van Ments, 1994).
Aspek yang fundamental dari tahap ini bagi guru/dosen dan peserta didik
adalah melakukan refleksi dan evaluasi. Guru/dosen biasanya memberi kesempatan untuk
refleksi diantara interaksi atau di akhir dari interaksi. Tahap refleksi ini
lebih dari sekedar pertanyaan-pertanyaan teknis seperti:
“apakah
peran peserta didik dapat menjalankan perannya dengan realistis?” sebaliknya,
hal ini lebih berkenaan identifikasi, klarifikasi, dan analisis terhadap
isu-isu pokok (Colquhoun & Errington, 1990) Refleksi atau evaluasi yang
dalam seperti itu dilakukan setelah interaksi selesai. Hal ini dapat dilihat
dalam enam langkah sederhana:
a)
Membawa peserta didik keluar dari peran yang dimainkannya
b)
Meminta peserta didik secara individual mengekspresikan pengalaman belajarnya.
c)
Mengkonsolidasikan ide-ide
d)
Memfasilitasi suatu analisis kelompok
e)
Memberi kesempatan untuk melakukan evaluasi.
f)
Menyusun agenda untuk masa depan
gan minta sumber referensi bukunya dong
BalasHapus